Monday, August 10, 2015

Jinayat



Jinayat berasal dari kata kata jana. Secara bahasa, jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum pidana pada hukum positif, yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam Hukum Pidana Islam (Jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishash diyat dan ta’zir.
1.    

  Jarimah Hudud. Yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili. Para ulama’ sepakat bahwa yang menjadi kategori dalam jarimah hudud ada tujuh, yaitu zina, menuduh zina, mencuri, perampok dan penyamun, minum-mnuman keras, dan murtad.

2.      Jarimah Qishosh Diyat. Yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat. Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Penerapan hukuman qishosh diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi hapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qishosh diyat antara lain pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan keliru, penganiayaan sengaja dan penganiayaan salah. Diantara jarimah-jarimah qishosh diyat yang paling berat adalah hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja  karena hukuman baginya adalah dibunuh. Pada dasarnya seseorang haram menghilangkan orang lain tanpa alasan syar’i bahkan Allah mengatakan tidak ada dosa yang lebih besar lagi setelah kekafiran selain pembunuhan terhadap orang mukmin.

Dalam Islam pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan sengaja tidak bersifat mutlak, karena jika dimaafkan oleh keluarga korban dia hanya diberi hukuman untuk membayar diyat yaitu denda senilai 100. Di dalam Hukum Pidana Islam, diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman mati yang merupakan hukuman asli dengan syarat adanya pemberian maaf dari keluarganya.\

3.      Jarimah Ta’zir. Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan jarimah ta’zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan. Disamping itu, penegakan jarimah ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i (nas). Hukuman hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman paling ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman hukuman ta’zir antara lain: Hukuman Mati (atau hanya pemotongan anggota tubuh), Hukuman Jilid, Hukuman Penjara, Hukuman Salib, Hukuman Ancaman, Teguran dan Peringatan, Hukuman Pengucilan, Hukuman Denda.


Kejahatan Hudud adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam Hukum Pidana Islam. Ia adalah kejahatan terhadap kepentingan publik, tetapi bukan berarti tidak mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan dengan hak Allah. Kejahatan ini diancam dengan hukuman hadd. Sementara qishosh berada pada posisi diantara hudud dan ta’zir dalam hal beratnya hukuman. Ta’zir sendiri merupakan hukuman paling ringan diantara jnis-jenis hukuman yang lain.

Ushul Fiqih


Istilah Ushul Fiqih berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata ushul yang berarti dasar, pokok, induk dan kata fiqih yang didefinisikan sebagai pemahaman yang mendalam terhadap suatu ilmu, khususnya ilmu-ilmu agama. Maka dapat disimpulkan bahwa ushul fiqih berarti aturan atau ketentuan umum tentang fiqih.
 
Menurut sebagian ulama, objek kajian ilmu ushul fiqih lebih menekankan pada aspek dalil, macam-macam, tingkatan, dan cara pengeluaran hukum darinya. Sebagian lainnya berpendapat bahwa objek kajian ilmu ushul fiqih menjelaskan tentang istinbat hukum. Seluruh pendapat para ulama ini sebenarnya mengarah kepada suatu maksud objek kajian yaitu dalil-dalil hukum, tingkatan, dan metode pengeluaran hukum tersebut.

Ilmu ushul fiqih ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan mempelajarinya, kita bisa mengetahui dasar-dasar dalam berdalil, sehingga kita pun bisa lebih berhati-hati dalam bertindak. Kita juga bisa mengetahui dan berijtihad terhadap suatu hukum yang belum disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits.

Ushul fiqih juga dapat menjaga qaidah-qaidah islam dengan membantah syubhat-syubhat yang dilancarkan oleh orang-orang yang menyimpang. Ushul fiqih juga adalah ilmu yang menjaga dari kebekuan islam serta kita akan mengetahui kemudahan, kelapangan, dan sisi-sisi keindahan agama Islam kita.