Jinayat berasal dari
kata kata jana. Secara bahasa, jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan
jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara umum, pengertian
Jinayat sama dengan hukum pidana pada hukum positif, yaitu hukum yang mengatur
perbuatan yang yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti membunuh,
melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam Hukum Pidana Islam
(Jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishash diyat dan ta’zir.
1.
Jarimah Hudud. Yaitu perbuatan melanggar hukum yang jenis dan ancaman hukumannya
ditentukan oleh nas yaitu hukuman had (hak Allah). Hukuman had yang dimaksud
tidak mempunyai batas terendah dan tertinggi serta tidak bisa dihapuskan oleh
perorangan (si korban atau walinya) atau masyarakat yang mewakili. Para ulama’
sepakat bahwa yang menjadi kategori dalam jarimah hudud ada tujuh, yaitu zina,
menuduh zina, mencuri, perampok dan penyamun, minum-mnuman keras, dan murtad.
2.
Jarimah Qishosh Diyat. Yaitu perbuatan yang diancam dengan hukuman qishosh dan diyat.
Baik qishosh maupun diyat merupakan hukuman yang telah ditentukan batasannya,
tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi hak perorangan (si korban
dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had yang menjadi hak Allah semata. Penerapan
hukuman qishosh diyat ada beberapa kemungkinan, seperti hukuman qishosh bisa
berubah menjadi hukuman diyat, hukuman diyat apabila dimaafkan akan menjadi
hapus. Yang termasuk dalam kategori jarimah qishosh diyat antara lain pembunuhan
sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan keliru, penganiayaan sengaja dan penganiayaan
salah. Diantara jarimah-jarimah qishosh diyat yang paling berat adalah hukuman
bagi pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja
karena hukuman baginya adalah dibunuh. Pada dasarnya seseorang haram
menghilangkan orang lain tanpa alasan syar’i bahkan Allah mengatakan tidak ada
dosa yang lebih besar lagi setelah kekafiran selain pembunuhan terhadap orang
mukmin.
Dalam Islam
pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku pembunuhan sengaja tidak bersifat
mutlak, karena jika dimaafkan oleh keluarga korban dia hanya diberi hukuman
untuk membayar diyat yaitu denda senilai 100. Di dalam Hukum Pidana Islam,
diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman mati yang merupakan hukuman asli
dengan syarat adanya pemberian maaf dari keluarganya.\
3.
Jarimah Ta’zir. Jenis sanksinya secara penuh ada pada wewenang penguasa demi
terealiasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi
pertimbangan paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap lingkungan hidup, lalu
lintas, dan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas lainnya. Dalam penetapan
jarimah ta’zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga
kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan.
Disamping itu, penegakan jarimah ta’zir harus sesuai dengan prinsip syar’i
(nas). Hukuman hukuman ta’zir banyak jumlahnya, yang dimulai dari hukuman
paling ringan sampai hukuman yang yang terberat. Hakim diberi wewenang untuk
memilih diantara hukuman hukuman tersebut, yaitu hukuman yang sesuai dengan
keadaan jarimah serta diri pembuatnya. Hukuman hukuman ta’zir antara lain:
Hukuman Mati (atau hanya pemotongan anggota tubuh), Hukuman Jilid, Hukuman
Penjara, Hukuman Salib, Hukuman Ancaman, Teguran dan Peringatan, Hukuman
Pengucilan, Hukuman Denda.
Kejahatan Hudud
adalah kejahatan yang paling serius dan berat dalam Hukum Pidana Islam. Ia
adalah kejahatan terhadap kepentingan publik, tetapi bukan berarti tidak
mempengaruhi kepentingan pribadi sama sekali, namun terutama sekali berkaitan
dengan hak Allah. Kejahatan ini diancam dengan hukuman hadd. Sementara qishosh
berada pada posisi diantara hudud dan ta’zir dalam hal beratnya hukuman. Ta’zir
sendiri merupakan hukuman paling ringan diantara jnis-jenis hukuman yang lain.